Rabu, 29 Agustus 2012

Makna Ahlu Sunnah Wal Jamaah


WARGA NU (  NAHDLIYYIN) AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Makna Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan istilah yang terbentuk dari tiga komponen :
1.     Ahlun         (أهل )
2.     Al-Sunnah    ( السنة )
3.     Al-Jama’ah  ( الجماعة )
Makna Ahlun  :    (أهل )
1.     Keluarga (Ahlul bayt, keluarga rumah tangga)
2.     Pengikut (Ahlussunnah, pengikut sunnah)
3.     Penduduk (Ahlul Jannah, penduduk surga)

Makna al-Sunnah    ( السنة )
1.     Secara bahasa: jejak dan langkah
2.     Secara syar’i : jejak yang diridhai dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah  SAW. atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat
3.     Secara ‘urfi (tradisi): Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam agama, seperti Nabi atau wali.

Makna al-Jama’ah:  ( الجماعة )
Menjaga kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas, kebalikan dari kata al-furqah (golongan yang berpecah belah).
Dengan demikian bisa kita jelaskan,  bahwa yang disebut Ahlussunnah  wal jama’ah ialah :  ” Golongan  yang mengikuti jejak yang diridhai dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW. atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat,  yang menjaga kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas ”
Hadhrotussyaikh KH. Muhammah Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, Risalah Ahlussunnah wa al Jama’ah berkata :
اَلسُّنَّةُ لُغَةً : اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ
وَشَرْعًا : اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْغَيْرِهِ مِـــمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِي "
وَعُرْفًا : مَا وَاظَبَ عَلَيْهِ مُقْتَدًى نَبِيًّا كَانَ أَوْ وَلِيًّا، وَالسُّنِّيُّ مَنْسُوْبٌ إِلَى السُّنَّةِ اهـ (حضرة الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة . ص / 5 )
Assunnah, secara bahasa berarti jejak (jalan) meskipun tidak diridhoi. Dan secara syara’, ( Assunnah ) berarti jejak (jalan ) yang diridhai yang menjadi pijakan dalam Agama yang pernah ditempuh Rasulullah SAW. atau orang yang menjadi panutan dalam Agama seperti Sahabat. Rasulullah SAW. bersabda : “ Tetaplah mengikuti jejakku dan jejak Khulafa’urrosyidin setelahku”.
Dan menurut Tradisi ( Urf ):( Assunnah ) berarti Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam Agama, Nabi atau Wali. Assunni berarti penganut Sunnah”.      ( Hadhratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wa al Jama’ah hal. 5 )

AHLUSSUNNAH  WAL-JAMA’AH  ( ASWAJA) GOLONGAN YANG SELAMAT
Rasulullah SAW. sudah mengingatkan, bahwa ummatnya akan terpecah menjadi 73 kelompok ( aliran Agama), semuanya masuk Neraka kecuali satu , yaitu kelompok ( golongan ) Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dalam hadist hasan  yang Diriwayatkan  Imam Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي" ( سنن الترمذي /9/235)
Dari Abdillah bin Amrberkata: “ Rasulullah SAW. bersabda : “ Sungguh akan terjadi pada ummatku apa yang terjadi pada Bani Isra’il persis sandal berjajar dengan sandal, sehingga kalau pada Bani Isra’il terjadi ada orang mendatangi ( zina) dengan ibunya secara terang-terangan, maka pada ummatku juga terjadi seperti itu. (Umat) Bani Israil terpecah menjadi 72  golongan , dan umatku akan terpecah menjadi 73   golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan”,  Para Sahabat bertanya : “ Siapa satu golongan ( yang selamat)  itu  Ya Rasulallah ?”, “ Rasululllah menjawab : “ Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran Sahabatku” ( HR Tirmidi, 9/235))
Dalam hadist Riwayat Abu Dawud disebutkan :
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم  قَالَ: أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ. رواه ابو داود واحمد. ( سنن ابي داود/ 12/196 )
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan RA, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya orang sebelum kamu dari pengikut Ahlil-kitab terpecah belah menjadi 72 golongan. Dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 dua golongan akan masuk ke neraka, dan satu golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan al-jama'ah.“ (HR. Abu Dawud dan Ahmad, Sunan Abu Dawud,12/196).
AHLUSSUNNAH  WAL-JAMA’AH  MEMELIHARA KEBERSAMAAN , TIDAK MENGKAFIRKAN SATU SAMA LAIN YANG BEDA PENDAPAT
Golongan Ahlussunnah  wal-jama’ah  selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas terhadap sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan di kalangan mereka, perbedaan tersebut tidak berakibat pada sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasikkan orang yang berbeda.
Abu Manshur, Abdul Qohir  al Baghdadi dalam Kitabnya  al Farqu baina al Firoq berkata :
أهل السنة لا يكفر بعضهم بعضا، وليس بينهم خلاف يوجب التبرى والتكفير. فهم إذن أهل الجماعة القائمون بالحق، والله تعالى يحفظ الحق وأهله، فلا يقعون في تنابذ وتناقض ( ابو منصور عبد القاهر البغدادي، الفرق بين الفرق، 12/247)
Ahlussunnah tidak saling mengkafirkan antara sesama mereka. Di antara mereka tidak ada perselisihan pendapat yang membawa pada pemutusan hubungan dan pengkafiran. Oleh karena itu, mereka memang golongan ( Ahlussunnah ) wal-jama'ah (selalu menjaga kebersamaan dan keharmonisan) yang melaksanakan kebenaran. Allah selalu menjaga kebenaran dan pengikutnya, sehingga mereka tidak terjerumus dalam ketidakharmonisan dan pertentangan.” ( Abu Manshur, Abdul Qohir al Baghdadi, Al Farqu baina al Firoq, 12/247)

KELOMPOK YANG SUKA MENGKAFIRKAN KELOMPOK LAIN ITU BUKAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Perbedaan pendapat  dalam kalangan  Ahlussunnah Wal jama’ah  mengenai masalah-masalah Agama , apalagi hanya masalah furu’iyyah tidak serta merta menjadikan mereka memutus hubungn, apalagi mengkafirkan dan memusyrikkan kelompok yang tidak sependapat.
Ini sangat beda dengan kelompok  yang suka mengkafirkan, memusyrikkan, membid’ahkan atau memfasikkan kelompok lain. Kelompok semacam ini jelas bukan Ahlussunnah Waljama’ah
Dalam Kitab al Farqu baina al Firoq, Abdul Qohir, Abu Manshur  al Baghdadi berkata :
وليس فريق من فرق المخالفين إلا وفيهم تكفير بعضهم لبعض، وتبرى بعضهم من بعض، كالخوارج، والروافض، والقدرية، حتى اجتمع سبعة منهم في مجلس واحد فافترقوا عن تكفير بعضهم بعضا، وكانوا بمنزلة اليهود والنصارى حين كفر بعضهم بعضا( ابو منصور عبد القاهر البغدادي، الفرق بين الفرق، 12/247)
” Tidak ada kelompok (yang ) berseberangan dengan (Ahlussunnah waljama’ah),  kecuali mereka saling mengkafirkan satu sama lain, memutus hubungan, sebagaimana kaum khowarij,Rofidhoh ( Syi’ah ), Qodariyah. Sehingga pernah terjadi ada tujuh orang dari mereka duduk dalam satu majlis dan ketika neninggalkan majlis mereka lantas mengkafirkan satu sama lain. Mereka itu seperti orang Yahudi dan Nashroni yang  mengkafirkan sesama mereka”. ( Abu Manshur, Abdul Qohir al Baghdadi, Al Farqu baina al Firoq, 12/247)


Perhatian !
KAUM  WAHHABI,  GOLONGAN KHOWARIJ  BUKAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH, SUKA MENGKAFIRKAN KELOMPOK YANG BEDA PENDAPAT
Abu Abdillah Syamsuddin bin Muhammad al Afghoni ( 1420 H./1999 M ) menyatakan bahwa  Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi  dan pengikutnya ( Wahhabi ) itu golongan Khowarij. Dalam kitabnya  Juhudu al  Ulama’ al Hanafiyyah fi Ibtholi Aqo’id al Quburiyyah beliau berkata :
أن محمد بن عبد الوهاب وأتباعه خوارج مكفرون للمسلمين (جهود علماء الحنفية في إبطال عقائد القبورية )
“ Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya adalah ( kaum ) Khowarij  mereka mengkafirkan ummat Islam”. (Juhudu Ulama’ al Hanafiyyah fi Ibtholi Aqo’id al Quburiyyah, juz.1 hal. 517 )
Demikian pula dinyatakan Ibnu Abidin, Muhammad Amin bin Umar   ( 1252 H./1836 M. ) dalam Kitab Roddul Mukhtar Juz 16, hal 373 )
AQIDAH AHLUSSSUNNAH WAL JAMA’AH MENGANUT  MADZHAB  IMAM  ABU a l HASAN al ASY’ARI DAN IMAM ABU MANSHUR al-MATURIDI
Aqidah Ahlussunnah Wal Jam’ah menganut madzhab Imam Abul Hasan Al Asy’ari Dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Pengikut kedua  madzhab ini merupakan  golongan terbanyak dan terbesar sepanjang masa. Pengikut kedua Madzhab inilah yang disebut golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

اذا اطلق اهل السنة والجماعة فالمراد بهم الاشاعرة والماتريدية ( اتحاف السادة المتقين ، 2/6)
Apabila Ahlussunnah Wal-Jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz 2 hal. 6).
قال الشِّهَابُ الْخَفَاجِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى فِي نَسِيْمِ الرِيَاضِ: وَالْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَفِيْ حَاشِيَةِ الشَّنَوَانِيِّ عَلىَ مُخْتَصَرِ ابْنِ أَبِيْ جَمْرَةَ: هُمْ أَبُو الْحَسَنِ اْلأَشْعَرِيُّ وَجَمَاعَتُهُ أَهْلُ السُّنَّةِ وَأَئِمَّةُ الْعُلَمَاءِ، لأَنَّ اللهَ تَعَالَى جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلىَ خَلْقِهِ، وَإِلَيْهِمْ تَفْزَعُ الْعَامَّةُ فِيْ دِيْنِهِمْ. (حضرة الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة).
Al-Syihab al-Khafaji berkata dalam kitab Nasim al-Riyad, "Golongan yang selamat adalah Ahlussunnah Wal-Jama'ah." Dalam catatan pinggir al-Syanawai atas Mukhtashar Ibn Abi Jamrah terdapat keterangan, "Mereka [Ahlussunnah Wal-Jama'ah] adalah Abu al-Hasan al-Asy'ari dan pengikutnya yang merupakan Ahlussunnah dan pemimpin para ulama, karena Allah SWT menjadikan mereka sebagai hujjah atas makhluk-Nya dan hanya mereka yang menjadi rujukan kaum Muslimin dalam urusan agama”( Hadhrotussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wa al Jama’ah )
Dan yang perlu diketahui dan di garis bawahi adalah bahwa Aqidah dalam madzhab  al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi bukan penemuan dan pendapat baru, melainkan kedua Imam tersebut hanya  menetapkan pendapat-pendapat ulama’ salaf ( generasi Sahabat dan Tabi’in ) dan membela ajaran Rasulullah Saw. Dalam kitab Syarh Ihya’ ‘Ulum al-Din).
وَلْيُعْلَمْ أَنَّ كُلاًّ مِنَ اْلإِمَامَيْنِ أَبِي الْحَسَنِ وَأَبِيْ مَنْصُوْرٍ - رَضِيَ الله عَنْهُمَا - وَجَزَاهُمَا عَنِ اْلإِسْلاَمِ خَيْراًلَمْ يُبْدِعَا مِنْ عِنْدِهِمَا رَأْياً وَلَمْ يَشْتَقَّا مَذْهَباً إِنَّمَا هُمَا مُقَرِّرَانِ لِمَذَاهِبِ السَّلَفِ مُنَاضِلاَنِ عَمَّا كَانَتْ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَنَاظَرَ كُلٌّ مِنْهُمَا ذَوِي الْبِدَعِ وَالضَّلاَلاَتِ حَتَّى انْقَطَعُوْا وَوَلّوْا مُنْهَزِمِيْنَ. (الحافظ الزبيدي،إتحاف السادة المتقين).
Hendaknya diketahui, bahwa masing-masing dari al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi –semoga Allah meridhai keduanya dan membalas kebaikan mereka kepada Islam-, tidak membuat pendapat baru dan tidak menciptakan madzhab baru dalam Islam. Mereka hanya menetapkan pendapat-pendapat ulama salaf, dan membela ajaran sahabat Rasulullah r. Mereka telah berdebat dengan kalangan ahli bid'ah dan kesesatan sampai mereka takluk dan melarikan diri. (Syarh Ihya’ ‘Ulum al-Din).
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH , KELOMPOK MAYORITAS
Ahlussunnah  Wl Jama’ah merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin diseluruh penjuru  daerah dan kota di muka bumi ini, dari zaman Sahabat hingga kini bahkan hingga hari akhir.  Demikian pula mayoritas ulama’ yang  menjadi rujukan dan pemimpin para Ulama di  sepanjang masa, mereka menganut dan menyebarkan madzhab al Asy’ari.
Al Imam Abdullah Ba Alawi al Haddad, di bagian akhir kitab Nasho’ihuddiniyah berkata :
ولما سئل رسو ل الله صللى الله عليه وسلم عن الفرقة الناجية من هي ؟ قال التي تكون على مثل ما انا عليه واصحابي وامر عليه السلام عندالاختلاف بلزوم السواد الاعظم وهو الجمهور والاكثر من المسلمين ولم يزل اهل السنة بحمد الله تعالى من الزمان الاول الى اليوم  هم السواد الاعظم وصح انهم الفرقة الناجية بفضل الله تعالى لذالك ولملازمتهم  للكتاب والسنة وما كان عليه السلف الصالح من الصحابة والتابعين رضوان الله عليهم اجمعين (عبد الله با علوي الحداد، النصائح الدينية والوصايا الايمانية، ص 7 )
( خاتمة الكتاب ) في عقبدة وجيزة جامعة ان شاءالله تعالى على سبيل الفرقة الناجيةوهم اهل السنة والجماعة والسواد الاعظم من المسلمين ( عبد الله با علوي الحداد، النصائح الدينية والوصايا الايمانية، ص 94)
“ Penutup Kitab, menrengkan Aqidah ringkas dan komplit – InsyaAllah bermanfa’at – yang berpijak pada jalan golongan yang selamat, yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin (Al Imam Abdullah Ba Alawi al Haddad, Nasho’ihuddiniyah wa al Washoya al Imaniyah, hal. 94 )
وأكثر العلماء في جميع الأقطار عليه وأئمة الأمصار في سائر الأعصار يدعون إليه ومنتحلوه  ........  وهل من الفقهاء من الحنيفية والمالكية والشافعية إلا موافق له أو منتسب إليه أو راض بحميد سعيه في دين الله أو مثن بكثرة العلم عليه ( تبيين كذب المفتري /ابن عساكر الدمشقي)
Al-Hafizh Ibnu Asakir : Mayoritas ulama di seluruh daerah, para imam di seluruh kota dan setiap masa mengikuti dan menyebarkan madzhab al-Asy’ari. ..........  Tidak ada dari kalangan Fuqoha’ Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah kecuali sepakat  dengannya atau  menisbatkan dirinya sebagai penganut al Asy’ari, rela dengan upaya ( al Asy’ari membela dan menyebarkan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ) dan memujinya karena keluasan ilmunya (Tabyin Kidzb al-Muftari, hal. 410).

NABI MUHAMMAD SAW. BERPESAN AGAR UMMATNYA SELALU TETAP BERGABUNG DENGAN KELOMPOK MAYORITAS

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه  يَقُولُ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. (رواه ابن ماجه).
Dari Anas bin Malik Ra., berkata: "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.“ (HR. Ibn Majah).
Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Nabi Muhammad Saw. bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ.(رواه الترمذي (2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده.
Ibn Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku, atas kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama'ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama'ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka."
Hendaknya diketahui, bahwa masing-masing dari al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi –semoga Allah meridhai keduanya dan membalas kebaikan mereka kepada Islam-, tidak membuat pendapat baru dan tidak menciptakan madzhab baru dalam Islam. Mereka hanya menetapkan pendapat-pendapat ulama salaf, dan membela ajaran sahabat Rasulullah r. Mereka telah berdebat dengan kalangan ahli bid'ah dan kesesatan sampai mereka takluk dan melarikan diri. ( Ithaf al Sadatil al Muttaqin ,Syarh Ihya’ ‘Ulum al-Din).
Di antara sebab tersebarnya madzhab al-Asy'ari ialah, bahwa mayoritas ulama berpegangan dengan madzhab tersebut dan menjadi pembelanya. Mereka bukan sekedar pengikut madzhab al-Asy'ari saja, tetapi mereka juga penulis dan pengajak kepada madzhab ini.

Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama'ah, adalah diterangkan dalam riwayat lain, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang kelompok yang selamat, lalu beliau menjawab: "Kelompok yang selamat adalah al-jama'ah". Ini adalah identitas yang khusus pada kami (madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi), karena semua orang yang alim dan yang awam dari berbagai golongan, menamakan mereka dengan nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah.

Ahluusssunnah wal jama’ah menganut Salah Satu Madzhab Empat
Yang Tidak Mau menganut Bermadzhab itu Bukan Ahluusssunnah wal jama’ah
A.  Ciri-ciri Ahlussunnah  wal-jama’ah  ( ASWAJA ) antara lain :
1.     Mengikuti ijma’ ulama [1]
2.     Memelihara kebersamaan dan kolektifitas
3.     Golongan mayoritas kaum Muslimin  
 Perhatian ! : Kelompok yang dewasa ini disebut Wahhabi, Salafi dan lain-lain, apakah mempunyai ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri Ahlussunnah wal jama’ah ... ?
PERHATIKAN ! :
}  Khawarij, bukan ASWAJA karena mereka tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan.
}  Rafidhah (Syiah), bukan ASWAJA karena mereka juga tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan
}  Mu'tazilah bukan ASWAJA, karena mereka tidak mengakui kebenaran ijma' sebagai dalil.
( Sifat kolektifitas  sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi  SAW. tidak layak bagi mereka )[2]
B.      Golongan yang mengklaim dirinya Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Dalam perjalanan sejarah, hanya dua golongan yang mengklaim/ mengaku  dirinya Ahlussunnah Wal-Jama’ah:
1.       Golongan mayoritas kaum Muslimin (jumhur al-muslimin) yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi
2.       Kelompok minoritas yang mengikuti paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah al-Harrani, yang dewasa ini disebut Wahhabi, Salafi dan lain-lain.
Khowarij , Syi’ah (Rawafidh) dan Mu’tazilah tidak menganggap ijma’ sebagai dalil yang otoritatif dalam pengambilan hukum agama. (Abu al-Muzhaffar al-Asfirayini, al-Tabshir fi al-Din, hal. 185-186).
Mengapa kita ( kaum Nahdliyyin ) termasuk golongan  Ahlussunnah Wal-Jama’ah?
اذا اطلق اهل السنة والجماعة فالمراد بهم الاشاعرة والماتريدية ( اتحاف السادة المتقين ج.2 ص. 6)
“ Apabila Ahlussunnah Wal-Jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi” . (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz 2 hal. 6).
Apakah Wahhabi Ahlussunnah Wal-Jama’ah?
هذه الآية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة ويستحلون بذلك دماء المسلمين وأموالهم كما هو مشاهد الآن في نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيء الا إنهم هم الكاذبون. (تفسير الصاوي، 3/307).
Imam al-Shawi berkata: Wahhabi itu Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.” (Tafsir al-Shawi 3/307).
Al-Imam Ibn Abidin al-Hanafi berkata dalam kitabnya, Radd al-Muhtar, juz 6,hal.413, bahwa Wahhabi Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
A.    BID’AH DAN TRADISI

A.    DEFINISI BID’AH
 Al Imam  Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam  dalam kitabnya Qowai’id al –Ahkam fi Mashalih al Anam mendefinisikan Bid’ah sebagai berikut :   
 البدعة : فعل ما لم يعهد في عصر رسول الله صلى الله عليه وسلم ( قواعد الاحكام/2/172)
“ Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasululloh SAW. (Qowai’id al –Ahkam fi Mashalih al Anam. 2/172)
Senada dengan definisi diatas juga disampaikan  al Imam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syarof al Nawawi dalam kitabnya Tahdzibul al Asma’ wal Lughot , 2/22.
Bahkan al Imam Muhammad bin Isma’il al Shon’ani, ulama Syi’ah Zaidiyah yang dikagumi kaum Wahhabi juga nendefinisikan Bid’ah hampir sama dengan definisi diatas .( Subulussalam, 2/48.)
B.    PEMBAGIAN BID’AH

Secara garis besar, para ulama membagi Bid’ah menjadi dua : yaitu Bid’ah Hasanah ( bid’ah yang baik) dan Bid’ah madzmumah ( bid’ah yang tercela)
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, sebagaimana dikutip al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab Manaqib al Imam al Syafi’i, berkata :
ألمحدثات ضربان : ما احدث يخالف كتابا او سنة او اجماعا فهو بدعة الضلالة، وما احدث في الخير لا يخالف شيئا من ذالك فهو محدثة غير مذمومة ( مناقب الامام الشافعي، 1/469)
Imam Nawawi dalam kitab Tahdzibul al Asma’ wal Lughot, 3/22, mengatakan :
هي اي البدعة منقسمة الى حسنة وقبيحة ( الامام النووي، تهذيب الاسماء واللغات، 3/22)
Lebih lanjut Imam  al Hafidz Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab  Fathul Bari Syarah Shahih Buchori, beliau membagi Bid’ah menjadi dua : Hasanah dan qobihah, bahkan secara lebih rinci, yaitu menjadi lima hukum [3]  dalam kitab tersebut beliu berkata :
والبدعة اصلها ما احدث على غير مثال سابق، وتطلق في الشرع مقابل السنة فتكون مذمومة، والتحقيق انها ان كانت مما تندرج تحت مستحسن في الشرع فهي حسنة، وان كانت مما تندرج تحت مستقبح في الشرع فهي قبيحة، والا فهي من قسم المباح، وقد تنقسم الى الاحكام الخمسة ( فتح الباري، ابن حجر، 4/253)
“ Bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Dalam syara’, bid’ah diucapkan sebagai lawan sunnah, sehingga bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya, apabila bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka disebut bid’ah Hasanah. Bila masuk dalam naungan sesuatu yang buruk menurut syara’ maka disebut bid’ah mustaqbahah ( tercela). Bila tidak masuk dalam naungan keduaya, maka menjadi bagian mubah ( boelh ). Dan bid’ah itu dapat dibagi menjadi lima hukum” ( fath al Bari, 4/253)
C.    MENCERMATI DALIL KELOMPOK ANTI BID’AH HASANAH

Dalil yang dijadikan dasar untuk menolak Bid’ah Hasanah oleh kaum Wahhabi dan sesamanya yaitu :
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ان خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدى محمد وشر الامور محدثاتها وكل بدعة ضلالة ( رواه مسلم )
“ Jabir bin Abdillah berkata: “Rasulullah SAW. bersabda : “ Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sejelek-jelek perkara, adalah perkara yang baru. Dan setiap Bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim)
Menurut kelompok ini, hadist diatas sangat tegas menunjukkan bahwa semua Bid’ah itu kesesatan. Kalimat  " كل " tegas menunjukkan “kulliyyah”, menyeluruh, umum, semua, tanpa terkecuali.
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, ulama Wahhabi kontemporer dalam kitabnya al Ibda’ fi Kamal al Syar’i wa Khotor al Ibtida’ berkata :
قوله ( كل بدعة ضلالة ) كلية، عامة، شاملة مسورة باقوى ادوات الشمول والعموم ( كل ) افبعد هذه الكلية يصح ان تقسم البدعة الى اقسام ثلاثة اوخمسة ؟ ابدا هذا لايصح ( العثيمين، الابداع في كمال الشرع وخطر الابتداع، ص 13 )
Hadist semua bid’ah adalah sesat, bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali), dan dipagari kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata “kull” (seluruh). Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi 3bagian, atau menjadi 5 bagian? Selama, ini tidak akan pernah benar.” (Muhammad bin Shalih al Utsaimin, al-Ibda’ fi kamal al Syar’i wa khatar al Ibtida’ hal. 13).
Pernyataan al Utsaimin ini memberikan pengertian bahwa hadits “semua bid’ah adalah sesat”, bersifat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh jenis bid’ah, tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satupun bid’ah yang boleh disebut bid’ah hasanah, apalagi disebut bid’ah mandubah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya.
Namun syekh al Utsaimin sendiri tidak konsisten terhadap pendapatnya. Dalam kitab syarh al ‘aqidah al Wasithiyyah beliau berkata :
ان مثل هذا التعبير ( كل شيئ) عام قد يراد به الخاص، مثل قوله تعالى عن ملِكة سبا: ( واوتيت من كل شيئ )، وقد خرج شيئ كثير لم يدخل في ملكها شيئ مثل ملك سليمان ( شرح العقيدة الواسطية، الشيخ العثيمين ص/ 336)
Redaksi seperti “kullu syai’in” (segala sesuatu) adalah kalimat general yang terkadang dimaksudkan pada makna yang terbatas, seperti firman Allah SWT tentang Ratu Saba’ : “ia dikaruniai sesuatu” (QS. An Naml: 23). Padahal banyak sekali sesuatu yang tidak masuk dalam kekuasaannya, seperti kerajaan “Nabi Sulaiman a.s.” (al Utsaimin syarh al ‘aqidah al Wasithiyyah hali. 336)
Dalam pernyataan di atas syekh al Utsaimin mengakui bahwa tidak semua kata “kullu” dalam teks alQur’an dan al Hadits bermakna general (“amm), tetapi ada yang bermakna terbatas (khosh). Di sisi lain, ketika dihadapkan dengan persoalan baru yang harus diakui, sykh al Utsaimin juga terjebak dalam pembagian bid’ah menjadi beberapa bagian. Dalam hal ini, syekh al Ustaimin berkata :
الاصل في امور الدنيا الحل، فما ابتدع منها فهو حلال، الا ان يدل الدليل على تحريمه، لكن امور الدين الاصل فيها الحظر، فما ابتدع منها فهو حرام بدعة، الا بدليل من الكتاب والسنة على مشروعيته ( العثيمين، العقيدة الواسطية ص/ 639-640)
“Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. Jadi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan agama dilarang. Jadi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al Kitab dan sunnah yang menunjukkan keberlakuannya”. (al Utsaimin syarh al ‘aqidah al Wasithiyyah hal. 639-640).
Pernyataan al Utsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa bid’ah secara keseluruhan itu bid’ah, dan sesat itu tempatnya di neraka
D.    CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH PADA ZAMAN RASULULLAH SAW

1.     Hadits sayyidina Mu’adz bin Jabal ra. tentang menyusul sholat dalam jama’ah ketika sudah tertinggal (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dan lainnya yang dishohihkan al Hafidz ibnu Daqiq al ‘Id dan al Hafid ibnu Hazm)
2.     Hadits sayyidina Bilal ra. tentang sholat sunnah wudlu 2 rakaat (HR. Bukhari-Muslim)
3.     Hadits Ali bin Abi Tholib ra. Tentang mengeraskan, melirihkan dan mencampur suatu surat dengan surat lain (HR. Ahmad)
Ketiga contoh hadits di atas menunjukkan bolehnya membuat bid’ah hasanah dalam agama.
PERHATIAN !
CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH
Ritual-ritual  yang sudah menjadi tradisi di kalangan Nahdliyyin, seperti peringatan Maulid, Haul, Manaqiban, Tahlilan, Tawasul, Ziarah qubur para wali dan sebagainya apakah termasuk Bid’ah Qobihah ? Padahal semua itu ada sandaran dalilnya.  Tentu bukan Bid’ah Qobihah, Bahkan BID’AH HASANAH.
B.    ISTIGHATSAH DAN TAWASSUL

A.    PENGERTIAN ISTIGHOSAH DAN TAWASSUL
Para ulama’ seperti al Imam al Hafidz Taqiyyiddin al Subki menegaskan bahwa tawassul, istisyfa’, istighatsah, isti’anah, tajawwuh dan tawajjuh, memiliki makna dan hakekat yang sama. Mereka mendfinisikan tawassul dan istilah-istilah lain yang sama dengan definisi sebagai berikut :
Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah dengan menyebut seorang Nabi atau wali untuk memuliakan (ikrom) keduanya.” (al Hafidz al Abdari, al Syarh al Qowim, hal. 378).

Sebagian kalangan memiliki persepsi bahwa tawassul adala memohon kepada seorang nabi atau wali untuk mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya dengan keyakinan bahwa nabi atau wali itulah yang mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya secara hakiki. Persepsi yang keliru tentang tawassul inilah yang kemudian membuat mereka yang anti tawassul menuduh orang yang tawassul kafir dan musyrik.
Padahal hakekat tawassul di kalangan para pelakunya adalah memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah Ta’ala dengan menyebut nama seorang Nabi atau wali untuk memulyakan keduanya.

B.    IDE DASAR TAWASSUL/ISTIGHOTSAH

Ide dasar dari tawassul ini adalah sebagai berikut :

Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa biasanya urusan-urusan di duniai ini terjadi berdasarkan hukum kausalitas; sebab akibat. Sebagai contoh, Allah Ta’ala sesungguhnya Maha Kuasa untuk memberikan pahala kepada manusia tanpa beramal sekalipun, namun kenyataannya tidak demikian. Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk beramal dan mencari hal-hal yang mendekatkan diri kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman :
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah : 45)

Allah Ta’ala juga berfirman :
وَابْتَغُوْا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ ( ألاية )

“Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadaNya (Allah)” (QS. Al Maidah : 35)
Ayat ini memerintahkan untuk mencari segala cara yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Artinya, carilah sebab-sebab tersebut, kerjakanlah sebab-sebab itu maka Allah akan mewujudkan akibatnya.
Istighotsah dan tawassul ini telah berkembang sejak kaum salaf, generasi sahabat dan Tabi’in, dan tak seorangpun dari ulama’ salaf yang melarangnya.
Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah al Harrani, Ulama’ paling otoritarif dikalangan Wahhabi  berkata dalam kitab al Kalim al Thoyyib :
“Bab tentang kaki terkena mati rasa. Dari al Haistam bin Hanasy, berkata,: “Kami bersama Ibnu Umar RA.. Tiba-tiba kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada beliau : “ Sebutkanlah  orang yang paling kau cintai” Lalu Ibnu Umar berkata : “ Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau sembuh” ( Ibnu Taimiyah, al Kalim al Thoyyib, hal. 173 )

C.    TAWASSUL/ISTIGHOTSAH BOLEH DENGAN WALI ATAU ORANG SALEH YANG SUDAH WAFAT
عن موسى بن عمر قال : أصاب الناس قحط فخرج عمر بن الخطاب يستسقى فأخذ بيد العباس فاستقبل به القبلة فقال هذا عم نبيك جئنا نتوسل به إليك فاسقنا فما رجعوا حتى سقوا (ابن سعد) [كنز العمال 37303]أخرجه ابن سعد (4/29) . ( جامع الاحاديث، 25/387)
عن مالك الدار قال : أصاب الناس قحط فى زمان عمر ابن الخطاب فجاء رجل إلى قبر النبى  - صلى الله عليه وسلم -  فقال : يا رسول الله استسق الله لأمتك فإنهم قد هلكوا فأتاه رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  فى المنام فقال : ائت عمر فأقرأه السلام وأخبره أنهم يسقون وقل له : عليك الكيس الكيس فأتاه الرجل فأخبره فبكى ، ثم قال : يا رب لا آلو ما عجزت عنه (البيهقى فى الدلائل) ( جامع الاحاديث، 25/388)

C.     TAHLIL

Tahlilan pada dasarnya adalah dzikir secara berjama’ah dengan komposisi bacaan beragam antara ayat al Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, sholawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah/ ibadah.
Perhatikan pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah yang di jadikanImam kaum yang tidak menyukai Tahlilan, sebagai berikut ini :
وقد سئل ابن تيمية كما في مجموع الفتاوى 22/520 وما بعدها :
( عن رجل ينكر على أهل الذكر يقول لهم هذا الذكر بدعة وجهركم في الذكر بدعة وهم يفتتحون بالقرآن ويختتمون ثم يدعون للمسلمين الأحياء والأموات ويجمعون التسبيح والتحميد والتهليل والتكبير والحوقلة ويصلون على النبى ...
فأجاب : الإجتماع لذكر الله وإستماع كتابه والدعاء عمل صالح وهو من أفضل القربات والعبادات فى الأوقات ...
وأما محافظة الإنسان على أوراد له من الصلاة أو القراءة أو الذكر أو الدعاء طرفى النهار وزلفا من الليل وغير ذلك فهذا سنة رسول الله والصالحين من عباد الله قديما وحديثا ...
وقابلهم قوم قست قلوبهم عن ذكر الله وما أنزل من الحق وقست قلوبهم فهى كالحجارة أو أشد قسوة مضاهاة لما عابه الله على اليهود والدين الوسط هو ما عليه خيار هذه الأمة قديما وحديثا ) اه ( ارشيف ملتقى اهل التفسير، 1/180)
والله اعلم بالصواب



الأشاعرة والماتريدية ومصطلح أهل السنة والجماعة:
…يكثر استعمال هذا المصطلح بين الأشاعرة والماتريدية، ويعتبر كثير منهم أن مذهب السلف ((أهل السنة والجماعة)) هو ما قاله أبو الحسن الأشعرى وأبو منصور الماتريدي، وبعضهم يعتبر أهل السنة والجماعة ((الأشاعرة والماتريدية))، ويقول الزبيدي (1): (إذا أطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية) (2)، ويقول صاحب الروضة البهية: (اعلم أن مدار جميع عقائد أهل السنة والجماعة على كلام قطبين، أحدهما الإمام أبو الحسن الأشعري. والثاني الإمام أبو منصور الماتريدي...) (3)، أما الإيجي فيقول: (.. وأما الفرقة الناجية المستثناة: الذي قال فيهم: ((هم الذين على ما أنا عليه وأصحابي)) فهم الأشاعرة والسلف من المحدثين وأهل السنة والجماعة)(4)، ويقول حسن أيوب من المعاصرين: (أهل السنة هم أبو الحسن الأشعرى وأبو منصور الماتريدي ومن سلك طريقهما، وكانوا يسيرون على طريقة السلف الصالح في فهم العقائد)(5)،وعامة هؤلاء يذكرون عقائد الأشاعرة والماتريدية على انها مذهب أهل السنة والجماعة

      

-     TA’RIF AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
-     BID’AH
-     TAWASSUL
-     TAHLIL

                  3 APRIL 2012


 


LATAR BELAKANG SEJARAH YANG MENYEBABKAN LAHIRNYA AQIDAH AHLUSSUNNAH ( AS”ARIYAH DAN AL MATURIDIYYAH)
Apa yang dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ?
Syekh Abu al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya “Al-Kawakib al-Laama’ah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah” menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq batin (tasawwuf).
Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani dalam kitabnya, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq juz I hal 80 mendefinisikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut “Yang dimaksud dengan assunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi SAW pada masa empat Khulafa’ur-Rosyidin dan telah diberi hidayah Allah “.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى الى إثنين وسبعين فرقة ، وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ واحدة ، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو داود والترميذي وابن ماجه
“Dari Abi Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi terpecah menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab : “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.
Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti tertera dalam teks hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk para sahabatnya. Dalam hadits lain:
عن عبد الرحمن بن عمرو السلمي أنه سمع العرباض بن سارية قال وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: فعليكم بما عرفتم من سنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين. رواه احمد
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al- Irbadl bin Sariyah berkata: Rasulullah SAW menasehati kami: kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku dan perilaku al-khulafa’ar-Rosyidin yang mendapat petunjuk.’’ HR.Ahmad.
Sejak kapan istilah golongan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) muncul ?
Paling mudah melacak periode awal kelahiran terminologi (istilah) Aswaja dimulai dengan lahirnya madzhab (tauhid) al-Asy’ari dan abu Manshur al-maturidi. Tetapi kelahiran madzhab Aswaja di bidang kalam ini tidak dapat dipisahkan dengan mata rantai sebelumnya, dimulai dari periode ‘Ali bin Abi Thalib KW. Sebab dalam sejarah, tercatat para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW, sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib  KW, karena jasanya menentang penyimpangan khawarij tentang al-Wa’du wa al-Wa’id dan penyimpangan qodariyah tentang kehendak Allah SWT dan kemampuan makhluk. Di masa tabi’in juga tercatat ada beberapa imam Aswaja seperti ‘Umar bin Abdul Aziz dengan karyanya “Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi (tauhid) untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqhu al-Akbar” dan Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi tashihi an-Nubuwwah wa Raddi ‘ala al-Barohimah” .
Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan Al-Asy’ari, lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara subtantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam Asy’ari dan Maturidi, tetapi beliau adalah dua diantara imam-imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata “Jika Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi “ [1]. Dalam fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam tasawwuf adalah Imam Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’ lain yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus islam paham Ahlussunnah wal jamaah.
Apa latar belakang sejarah yang menyebabkan lahirnya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah ?
Secara faktual, tidak dapat dipungkiri bahwa awal mula terjadinya perpecahan masyarakat Islam dimulai dari Khalifah ‘Utsman bin Affan RA dan hampir melembaga pada periode Ali bin Abi Thalib KW. Perpecahan tersebut berlanjut pada persoalan akidah. Perbedaan tersebut berlangsung terus menerus secara pasang surut, terkadang volumenya kecil, terkadang juga membesar. Pada masa Abbasiyah berkuasa, sebelum periode al-Mutawakkil, terjadi keresahan yang luar biasa (mihnah) di kalangan umat Islam, akibat pemaksaan paham akidah Mu’tazilah oleh penguasa. Dalam situasi kacau dan resah itulah muncul Imam Abu Hasan al-Asy’ari menawarkan rumusan teologi sesuai dengan nash Qur’an dan hadits yang telah tersusun rapi. Kemudian oleh para ulama’ disepakati sebagai paham teologi Aswaja. Makin lama pengikut paham ini makin besar. Sementara di daerah lain, yakni Samarqand Uzbekistan dan di Mesir, Imam Abu Manshur al-Maturidi dan at-Thahawi, juga berhasil menyusun rumusan teologi yang pararel dengan rumusan Imam al-Asy’ari, semuanya mempunyai orientasi yang sama, yaitu menjawab persoalan-persoalan Islam yang sangat meresahkan pada waktu itu.
عن موسى بن عمر قال : أصاب الناس قحط فخرج عمر بن الخطاب يستسقى فأخذ بيد العباس فاستقبل به القبلة فقال هذا عم نبيك جئنا نتوسل به إليك فاسقنا فما رجعوا حتى سقوا (ابن سعد) [كنز العمال 37303]أخرجه ابن سعد (4/29) . ( جامع الاحاديث، 25/387)
“ Musa bin Umar berkata : “ Musim paceklik melanda kaum muslimin (pada masa kholifahUmar bin Khotthob RA. Maka beliau (berdo’a/sholat) minta hujan dengan menggandeng tangan Abbas RA. Dan berkata : “ Ini paman Nabi-Mu, kami datang kepadamu bertawassul dengannya (Abbas RA), maka turunkan hujan kepada kami.” Tidak sampai mereka kembali (pulang) hujan sudah turun” ( Jami’ al Ahadist, 25/387)




عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ.(رواه الترمذي (2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده
Ibnu Umar berkata : Ibn Umar berkata, Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku, atas kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama'ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama'ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka."
 _[2] وَ كَيْفَ يَتَنَاوَلُ هَذَا اْلاِسْمُ الْخَوَارِجَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ الْجَمَاعَةَ، وَالرَّوَافِضَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ الْجَمَاعَةَ، وَالْمُعْتَزِلَةَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ صِحَّةَ اْلإِجْمَاعِ، وَكَيْفَ تَلِيْقُ بِهِمْ هَذِهِ الصِّفَةُ الَّتِيْ ذَكَرَهَا الرَّسُوْلُصلى الله عليه وسلم اهـ. (الإمام أبو المظفر الاسفراييني، التبصير في الدين، ص/185-186).
[3] Begitupula Imam Nawawi, Ulama’ Ahlussunnah Wal Jama’ah  dalam kitab Syarh Shahih Muslim dan Raudhat al Tholibin, Al Imam Muhammad bin Ali al Syaukani, ulama’ Syi’ah Zadiyah yang dikagumi kaum Wahhabi ( lihat  Nailul Author 3/25 ), al Imam Muhammad bin Isma’il al Amir al Shan’ani, ulama Syi’ah Zaidiyah ( Lihat : Subulussalam Syarh Bulughul Marom 2/48 ). Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama otoritatif  rujukan kaum Wahhabi ( salafi) juga membagi bi’ah menjadi dua : Hasanah dan Dhalalah ( Lihat Majmu’ al fatawa, al Syaikh Ibbnu Taimiyah 20/163)


Sekian dulu pembahasan tentang Ahlu sunnah wal Jama'ah. semoga bermanfaat :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar