WARGA NU ( NAHDLIYYIN) AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Makna Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah
merupakan istilah yang terbentuk dari tiga komponen :
1.
Ahlun (أهل )
2.
Al-Sunnah ( السنة )
3. Al-Jama’ah
( الجماعة )
Makna Ahlun :
(أهل )
1.
Keluarga
(Ahlul bayt, keluarga rumah tangga)
2. Pengikut (Ahlussunnah, pengikut sunnah)
3. Penduduk (Ahlul Jannah, penduduk surga)
Makna al-Sunnah ( السنة )
1. Secara bahasa: jejak dan langkah
2.
Secara syar’i
: jejak yang diridhai dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh
oleh Rasulullah SAW. atau
orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat
3.
Secara ‘urfi
(tradisi): Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam agama, seperti Nabi
atau wali.
Makna al-Jama’ah: ( الجماعة )
Menjaga kekompakan, kebersamaan dan
kolektifitas, kebalikan dari kata al-furqah (golongan yang berpecah
belah).
Dengan
demikian bisa kita jelaskan, bahwa yang
disebut Ahlussunnah wal jama’ah
ialah : ” Golongan yang mengikuti jejak yang diridhai dan
menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW. atau
orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat, yang menjaga kekompakan, kebersamaan dan
kolektifitas ”
Hadhrotussyaikh KH. Muhammah Hasyim Asy’ari dalam
kitabnya, Risalah Ahlussunnah wa al Jama’ah berkata :
اَلسُّنَّةُ لُغَةً :
اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ
وَشَرْعًا
: اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْغَيْرِهِ مِـــمَّنْ هُوَ عَلَمٌ
فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِي "
وَعُرْفًا :
مَا وَاظَبَ عَلَيْهِ مُقْتَدًى نَبِيًّا كَانَ أَوْ وَلِيًّا، وَالسُّنِّيُّ مَنْسُوْبٌ
إِلَى السُّنَّةِ اهـ (حضرة الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة
والجماعة . ص / 5 )
“ Assunnah, secara bahasa
berarti jejak (jalan) meskipun tidak diridhoi. Dan secara syara’, (
Assunnah ) berarti jejak (jalan ) yang diridhai yang menjadi pijakan dalam
Agama yang pernah ditempuh Rasulullah SAW. atau orang yang menjadi panutan
dalam Agama seperti Sahabat. Rasulullah SAW. bersabda : “ Tetaplah mengikuti
jejakku dan jejak Khulafa’urrosyidin setelahku”.
Dan menurut Tradisi ( Urf ):(
Assunnah ) berarti Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam Agama, Nabi
atau Wali. Assunni berarti penganut Sunnah”. ( Hadhratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari,
Risalah Ahlussunnah wa al Jama’ah hal. 5 )
AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH
( ASWAJA) GOLONGAN YANG SELAMAT
Rasulullah SAW. sudah mengingatkan, bahwa ummatnya akan terpecah
menjadi 73 kelompok ( aliran Agama), semuanya masuk Neraka kecuali satu , yaitu
kelompok ( golongan ) Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dalam hadist hasan yang Diriwayatkan Imam Tirmidzi, Rasulullah saw.
bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي
مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ
كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ
يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي" ( سنن الترمذي /9/235)
Dari Abdillah bin Amrberkata: “ Rasulullah SAW. bersabda : “
Sungguh akan terjadi pada ummatku apa yang terjadi pada Bani Isra’il persis
sandal berjajar dengan sandal, sehingga kalau pada Bani Isra’il terjadi ada
orang mendatangi ( zina) dengan ibunya secara terang-terangan, maka pada
ummatku juga terjadi seperti itu. (Umat) Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan , dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali
satu golongan”, Para Sahabat bertanya :
“ Siapa satu golongan ( yang selamat)
itu Ya Rasulallah ?”, “
Rasululllah menjawab : “ Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran
Sahabatku” ( HR Tirmidi, 9/235))
Dalam hadist Riwayat Abu Dawud disebutkan :
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ
رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم قَالَ: أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً،
وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ، ثِنْتَانِ
وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ.
رواه ابو داود واحمد. ( سنن ابي داود/ 12/196 )
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan RA, bahwa
Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya orang sebelum kamu dari pengikut
Ahlil-kitab terpecah belah menjadi 72 golongan. Dan umat ini
akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 dua golongan akan masuk ke neraka, dan
satu golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan al-jama'ah.“ (HR.
Abu Dawud dan Ahmad, Sunan Abu Dawud,12/196).
AHLUSSUNNAH
WAL-JAMA’AH MEMELIHARA
KEBERSAMAAN , TIDAK MENGKAFIRKAN SATU SAMA LAIN YANG BEDA PENDAPAT
Golongan Ahlussunnah wal-jama’ah selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan
kolektifitas terhadap sesama. Meskipun terjadi
perbedaan pandangan di kalangan mereka, perbedaan tersebut tidak berakibat pada sikap saling mengkafirkan,
membid’ahkan dan memfasikkan orang yang berbeda.
Abu Manshur, Abdul Qohir al Baghdadi dalam Kitabnya al Farqu baina al Firoq berkata :
أهل السنة لا يكفر بعضهم
بعضا، وليس
بينهم خلاف يوجب التبرى والتكفير. فهم إذن أهل الجماعة
القائمون بالحق، والله تعالى يحفظ الحق وأهله، فلا يقعون في تنابذ وتناقض ( ابو
منصور عبد القاهر البغدادي، الفرق بين الفرق، 12/247)
“Ahlussunnah tidak saling mengkafirkan
antara sesama mereka. Di antara mereka tidak ada perselisihan pendapat
yang membawa pada pemutusan hubungan dan pengkafiran. Oleh karena itu, mereka
memang golongan ( Ahlussunnah )
wal-jama'ah (selalu menjaga kebersamaan dan keharmonisan) yang
melaksanakan kebenaran. Allah selalu menjaga kebenaran dan pengikutnya,
sehingga mereka tidak terjerumus dalam ketidakharmonisan dan pertentangan.” ( Abu Manshur, Abdul Qohir al Baghdadi, Al Farqu baina al Firoq,
12/247)
KELOMPOK
YANG SUKA MENGKAFIRKAN KELOMPOK LAIN ITU BUKAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Perbedaan pendapat dalam
kalangan Ahlussunnah Wal jama’ah mengenai masalah-masalah Agama , apalagi
hanya masalah furu’iyyah tidak serta merta menjadikan mereka memutus
hubungn, apalagi mengkafirkan dan memusyrikkan kelompok yang tidak sependapat.
Ini
sangat beda dengan kelompok yang suka
mengkafirkan, memusyrikkan, membid’ahkan atau memfasikkan kelompok lain.
Kelompok semacam ini jelas bukan Ahlussunnah Waljama’ah
Dalam
Kitab al Farqu baina al Firoq, Abdul Qohir, Abu Manshur al
Baghdadi berkata :
وليس فريق من فرق
المخالفين إلا وفيهم تكفير بعضهم لبعض، وتبرى بعضهم من بعض، كالخوارج، والروافض،
والقدرية، حتى اجتمع سبعة منهم في مجلس واحد فافترقوا عن تكفير بعضهم بعضا، وكانوا
بمنزلة اليهود والنصارى حين كفر بعضهم بعضا( ابو منصور عبد القاهر البغدادي،
الفرق بين الفرق، 12/247)
” Tidak
ada kelompok (yang ) berseberangan dengan (Ahlussunnah waljama’ah), kecuali mereka saling mengkafirkan satu sama
lain, memutus hubungan, sebagaimana kaum khowarij,Rofidhoh ( Syi’ah ),
Qodariyah. Sehingga pernah terjadi ada tujuh orang dari mereka duduk dalam satu
majlis dan ketika neninggalkan majlis mereka lantas mengkafirkan satu sama
lain. Mereka itu seperti orang Yahudi dan Nashroni yang mengkafirkan sesama mereka”. ( Abu Manshur,
Abdul Qohir al Baghdadi, Al Farqu baina al Firoq, 12/247)
Perhatian !
KAUM WAHHABI, GOLONGAN KHOWARIJ BUKAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH, SUKA
MENGKAFIRKAN KELOMPOK YANG BEDA PENDAPAT
Abu Abdillah Syamsuddin bin Muhammad al Afghoni ( 1420 H./1999 M ) menyatakan
bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi
dan pengikutnya ( Wahhabi ) itu golongan
Khowarij. Dalam kitabnya Juhudu al Ulama’ al Hanafiyyah fi Ibtholi Aqo’id al
Quburiyyah beliau berkata :
أن محمد بن عبد الوهاب وأتباعه خوارج
مكفرون للمسلمين (جهود علماء الحنفية في إبطال عقائد القبورية )
“ Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya
adalah ( kaum ) Khowarij mereka
mengkafirkan ummat Islam”. (Juhudu Ulama’ al Hanafiyyah fi Ibtholi Aqo’id al
Quburiyyah, juz.1 hal. 517 )
Demikian pula dinyatakan Ibnu Abidin, Muhammad
Amin bin Umar ( 1252 H./1836 M. ) dalam
Kitab Roddul Mukhtar Juz 16, hal 373 )
AQIDAH
AHLUSSSUNNAH WAL JAMA’AH MENGANUT
MADZHAB IMAM ABU a l HASAN al ASY’ARI DAN IMAM ABU
MANSHUR al-MATURIDI
Aqidah Ahlussunnah Wal Jam’ah menganut madzhab Imam
Abul Hasan Al Asy’ari Dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Pengikut
kedua madzhab ini merupakan golongan terbanyak dan terbesar sepanjang
masa. Pengikut kedua Madzhab inilah yang disebut golongan Ahlussunnah Wal
Jama’ah.
اذا اطلق اهل السنة والجماعة فالمراد
بهم الاشاعرة والماتريدية ( اتحاف السادة المتقين ، 2/6)
Apabila Ahlussunnah Wal-Jama’ah disebutkan,
maka yang dimaksud adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. (Ithaf
al-Sadah al-Muttaqin, juz 2 hal. 6).
قال الشِّهَابُ
الْخَفَاجِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى فِي نَسِيْمِ الرِيَاضِ: وَالْفِرْقَةُ
النَّاجِيَةُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَفِيْ حَاشِيَةِ
الشَّنَوَانِيِّ عَلىَ مُخْتَصَرِ ابْنِ أَبِيْ جَمْرَةَ: هُمْ أَبُو الْحَسَنِ
اْلأَشْعَرِيُّ وَجَمَاعَتُهُ أَهْلُ السُّنَّةِ وَأَئِمَّةُ الْعُلَمَاءِ،
لأَنَّ اللهَ تَعَالَى جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلىَ خَلْقِهِ، وَإِلَيْهِمْ تَفْزَعُ
الْعَامَّةُ فِيْ دِيْنِهِمْ. (حضرة الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة
والجماعة).
Al-Syihab
al-Khafaji berkata dalam kitab Nasim al-Riyad, "Golongan yang selamat
adalah Ahlussunnah Wal-Jama'ah." Dalam catatan pinggir al-Syanawai atas
Mukhtashar Ibn Abi Jamrah terdapat keterangan, "Mereka [Ahlussunnah
Wal-Jama'ah] adalah Abu al-Hasan al-Asy'ari dan pengikutnya yang merupakan
Ahlussunnah dan pemimpin para ulama, karena Allah SWT menjadikan mereka sebagai
hujjah atas makhluk-Nya dan hanya mereka yang menjadi rujukan kaum Muslimin
dalam urusan agama”( Hadhrotussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wa
al Jama’ah )
Dan yang perlu diketahui dan di garis bawahi
adalah bahwa Aqidah dalam madzhab
al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi
bukan penemuan dan pendapat baru, melainkan kedua Imam tersebut hanya menetapkan pendapat-pendapat ulama’ salaf (
generasi Sahabat dan Tabi’in ) dan membela ajaran Rasulullah Saw. Dalam kitab Syarh Ihya’
‘Ulum al-Din).
وَلْيُعْلَمْ أَنَّ كُلاًّ
مِنَ اْلإِمَامَيْنِ أَبِي الْحَسَنِ وَأَبِيْ مَنْصُوْرٍ - رَضِيَ الله عَنْهُمَا
- وَجَزَاهُمَا عَنِ اْلإِسْلاَمِ خَيْراًلَمْ يُبْدِعَا مِنْ عِنْدِهِمَا رَأْياً
وَلَمْ يَشْتَقَّا مَذْهَباً إِنَّمَا هُمَا مُقَرِّرَانِ لِمَذَاهِبِ السَّلَفِ
مُنَاضِلاَنِ عَمَّا كَانَتْ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَنَاظَرَ كُلٌّ مِنْهُمَا ذَوِي الْبِدَعِ
وَالضَّلاَلاَتِ حَتَّى انْقَطَعُوْا وَوَلّوْا مُنْهَزِمِيْنَ.
(الحافظ الزبيدي،إتحاف السادة المتقين).
Hendaknya diketahui, bahwa masing-masing dari
al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam Abu Manshur al-Maturidi –semoga
Allah meridhai keduanya dan membalas kebaikan mereka kepada Islam-, tidak
membuat pendapat baru dan tidak menciptakan madzhab baru dalam Islam. Mereka hanya
menetapkan pendapat-pendapat ulama salaf, dan membela ajaran sahabat Rasulullah
r. Mereka
telah berdebat dengan kalangan ahli bid'ah dan kesesatan sampai mereka takluk
dan melarikan diri. (Syarh Ihya’ ‘Ulum al-Din).
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH , KELOMPOK MAYORITAS
Ahlussunnah Wl Jama’ah merupakan kelompok mayoritas kaum
muslimin diseluruh penjuru daerah dan
kota di muka bumi ini, dari zaman Sahabat hingga kini bahkan hingga hari
akhir. Demikian pula mayoritas ulama’
yang menjadi rujukan dan pemimpin para
Ulama di sepanjang masa, mereka menganut
dan menyebarkan madzhab al Asy’ari.
Al Imam Abdullah Ba Alawi al Haddad, di bagian akhir kitab Nasho’ihuddiniyah
berkata :
ولما سئل رسو ل
الله صللى الله عليه وسلم عن الفرقة الناجية من هي ؟ قال التي تكون على مثل ما انا
عليه واصحابي وامر عليه السلام عندالاختلاف بلزوم السواد الاعظم وهو الجمهور
والاكثر من المسلمين ولم يزل اهل السنة بحمد الله تعالى من الزمان الاول الى
اليوم هم السواد الاعظم وصح انهم الفرقة
الناجية بفضل الله تعالى لذالك ولملازمتهم
للكتاب والسنة وما كان عليه السلف الصالح من الصحابة والتابعين رضوان الله
عليهم اجمعين (عبد الله با علوي الحداد، النصائح الدينية والوصايا الايمانية، ص 7
)
( خاتمة الكتاب )
في عقبدة وجيزة جامعة ان شاءالله تعالى على سبيل الفرقة الناجيةوهم اهل السنة
والجماعة والسواد الاعظم من المسلمين ( عبد الله با علوي الحداد، النصائح
الدينية والوصايا الايمانية، ص 94)
“ Penutup
Kitab, menrengkan Aqidah ringkas dan komplit – InsyaAllah bermanfa’at – yang
berpijak pada jalan golongan yang selamat, yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah
yang merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin “ (Al Imam Abdullah Ba Alawi al
Haddad, Nasho’ihuddiniyah wa al Washoya al Imaniyah, hal. 94 )
وأكثر العلماء في جميع الأقطار عليه
وأئمة الأمصار في سائر الأعصار يدعون إليه ومنتحلوه ........
وهل من الفقهاء من الحنيفية والمالكية والشافعية إلا موافق له أو منتسب
إليه أو راض بحميد سعيه في دين الله أو مثن بكثرة العلم عليه ( تبيين كذب المفتري
/ابن عساكر الدمشقي)
Al-Hafizh Ibnu Asakir : Mayoritas ulama di
seluruh daerah, para imam di seluruh kota dan setiap masa mengikuti dan
menyebarkan madzhab al-Asy’ari. .......... Tidak ada dari kalangan Fuqoha’ Hanafiyah,
Malikiyah dan Syafi’iyah kecuali sepakat dengannya atau
menisbatkan dirinya sebagai penganut al Asy’ari, rela dengan upaya ( al
Asy’ari membela dan menyebarkan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ) dan memujinya karena
keluasan ilmunya (Tabyin Kidzb al-Muftari, hal. 410).
NABI MUHAMMAD SAW. BERPESAN AGAR UMMATNYA
SELALU TETAP BERGABUNG DENGAN KELOMPOK MAYORITAS
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رضي الله عنه يَقُولُ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى
ضَلاَلَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ
اْلأَعْظَمِ. (رواه ابن ماجه).
Dari Anas
bin Malik Ra., berkata: "Aku
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena
itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok
mayoritas.“ (HR. Ibn Majah).
Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Nabi
Muhammad Saw. bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى
ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ.(رواه
الترمذي (2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده.
Ibn Umar
berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku, atas
kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama'ah. Dan barangsiapa yang
mengucilkan diri dari jama'ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka."
Hendaknya
diketahui, bahwa masing-masing dari al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan al-Imam
Abu Manshur al-Maturidi –semoga Allah meridhai keduanya dan membalas kebaikan
mereka kepada Islam-, tidak membuat pendapat baru dan tidak menciptakan madzhab
baru dalam Islam. Mereka hanya menetapkan pendapat-pendapat
ulama salaf, dan membela ajaran sahabat Rasulullah r. Mereka
telah berdebat dengan kalangan ahli bid'ah dan kesesatan sampai mereka takluk
dan melarikan diri. ( Ithaf al Sadatil al Muttaqin ,Syarh Ihya’
‘Ulum al-Din).
Di antara sebab tersebarnya madzhab
al-Asy'ari ialah, bahwa mayoritas ulama berpegangan dengan madzhab tersebut dan
menjadi pembelanya. Mereka bukan sekedar pengikut madzhab
al-Asy'ari saja, tetapi mereka juga penulis dan pengajak kepada madzhab ini.
Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama'ah,
adalah diterangkan dalam riwayat lain, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang
kelompok yang selamat, lalu beliau menjawab: "Kelompok yang selamat adalah
al-jama'ah". Ini adalah identitas yang khusus pada kami (madzhab
al-Asy'ari dan al-Maturidi), karena semua orang yang alim dan yang awam dari
berbagai golongan, menamakan mereka dengan nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah.
Ahluusssunnah
wal jama’ah menganut Salah Satu Madzhab Empat
Yang
Tidak Mau menganut Bermadzhab itu Bukan Ahluusssunnah wal jama’ah
A. Ciri-ciri Ahlussunnah wal-jama’ah
( ASWAJA ) antara lain :
2.
Memelihara kebersamaan dan
kolektifitas
3.
Golongan mayoritas kaum
Muslimin
Perhatian ! : Kelompok yang dewasa ini disebut Wahhabi, Salafi dan lain-lain,
apakah mempunyai ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri Ahlussunnah wal jama’ah ... ?
PERHATIKAN ! :
} Khawarij, bukan ASWAJA karena mereka tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan.
} Rafidhah (Syiah), bukan ASWAJA karena mereka juga tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan
} Mu'tazilah bukan ASWAJA, karena mereka tidak mengakui kebenaran
ijma' sebagai dalil.
( Sifat kolektifitas sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi SAW. tidak layak bagi mereka )[2]
B.
Golongan
yang mengklaim dirinya Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Dalam
perjalanan sejarah, hanya dua golongan yang mengklaim/ mengaku dirinya Ahlussunnah Wal-Jama’ah:
1. Golongan
mayoritas kaum Muslimin (jumhur al-muslimin) yang mengikuti madzhab al-Asy’ari
dan al-Maturidi
2. Kelompok
minoritas yang mengikuti paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah al-Harrani,
yang dewasa ini disebut Wahhabi, Salafi dan lain-lain.
Khowarij
, Syi’ah (Rawafidh) dan Mu’tazilah tidak menganggap ijma’ sebagai dalil yang
otoritatif dalam pengambilan hukum agama.
(Abu al-Muzhaffar al-Asfirayini, al-Tabshir fi al-Din, hal. 185-186).
Mengapa kita (
kaum Nahdliyyin ) termasuk golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah?
اذا اطلق اهل السنة والجماعة فالمراد
بهم الاشاعرة والماتريدية ( اتحاف السادة المتقين ج.2 ص. 6)
“ Apabila Ahlussunnah Wal-Jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud
adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi” . (Ithaf al-Sadah
al-Muttaqin, juz 2 hal. 6).
Apakah Wahhabi Ahlussunnah Wal-Jama’ah?
هذه الآية نزلت في الخوارج الذين
يحرفون تأويل الكتاب والسنة ويستحلون بذلك دماء المسلمين وأموالهم كما هو مشاهد
الآن في نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيء الا
إنهم هم الكاذبون. (تفسير الصاوي، 3/307).
Imam al-Shawi berkata: “Wahhabi itu Khawarij,
bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.” (Tafsir al-Shawi 3/307).
Al-Imam Ibn Abidin al-Hanafi berkata
dalam kitabnya, Radd al-Muhtar, juz 6,hal.413, bahwa Wahhabi
Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
A. BID’AH
DAN TRADISI
A.
DEFINISI
BID’AH
Al Imam Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam dalam kitabnya Qowai’id al –Ahkam fi
Mashalih al Anam mendefinisikan Bid’ah sebagai berikut :
البدعة :
فعل ما لم يعهد في عصر رسول الله صلى الله عليه وسلم ( قواعد الاحكام/2/172)
“ Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal
(terjadi) pada masa Rasululloh SAW. (Qowai’id al –Ahkam fi Mashalih al Anam.
2/172)
Senada dengan definisi diatas juga
disampaikan al Imam Muhyiddin Abu
Zakariya Yahya bin Syarof al Nawawi dalam kitabnya Tahdzibul al Asma’
wal Lughot , 2/22.
Bahkan al Imam Muhammad bin
Isma’il al Shon’ani, ulama Syi’ah Zaidiyah yang dikagumi kaum Wahhabi juga
nendefinisikan Bid’ah hampir sama dengan definisi diatas .( Subulussalam,
2/48.)
B.
PEMBAGIAN
BID’AH
Secara garis besar, para ulama membagi Bid’ah menjadi dua :
yaitu Bid’ah Hasanah ( bid’ah yang baik) dan Bid’ah madzmumah (
bid’ah yang tercela)
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, sebagaimana
dikutip al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab Manaqib al Imam al Syafi’i,
berkata :
ألمحدثات ضربان : ما احدث يخالف كتابا او سنة او
اجماعا فهو بدعة الضلالة، وما احدث في الخير لا يخالف شيئا من ذالك فهو محدثة غير
مذمومة ( مناقب الامام الشافعي، 1/469)
Imam Nawawi dalam
kitab Tahdzibul al Asma’ wal Lughot, 3/22,
mengatakan :
هي اي البدعة منقسمة الى حسنة وقبيحة ( الامام
النووي، تهذيب الاسماء واللغات، 3/22)
Lebih lanjut Imam al Hafidz Ibnu Hajar al Asqolani dalam
kitab Fathul Bari Syarah Shahih
Buchori, beliau membagi Bid’ah menjadi dua : Hasanah dan qobihah, bahkan
secara lebih rinci, yaitu menjadi lima hukum [3] dalam kitab tersebut beliu berkata :
والبدعة اصلها ما احدث على غير مثال سابق، وتطلق في
الشرع مقابل السنة فتكون مذمومة، والتحقيق انها ان كانت مما تندرج تحت مستحسن في
الشرع فهي حسنة، وان كانت مما تندرج تحت مستقبح في الشرع فهي قبيحة، والا فهي من
قسم المباح، وقد تنقسم الى الاحكام الخمسة ( فتح الباري، ابن حجر، 4/253)
“ Bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa
mengikuti contoh sebelumnya. Dalam syara’, bid’ah diucapkan sebagai lawan
sunnah, sehingga bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya, apabila bid’ah itu masuk
dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka disebut bid’ah
Hasanah. Bila masuk dalam naungan sesuatu yang buruk menurut syara’ maka
disebut bid’ah mustaqbahah ( tercela). Bila tidak masuk dalam naungan
keduaya, maka menjadi bagian mubah ( boelh ). Dan bid’ah itu dapat
dibagi menjadi lima hukum” ( fath al Bari, 4/253)
C. MENCERMATI
DALIL KELOMPOK ANTI BID’AH HASANAH
Dalil yang dijadikan dasar untuk menolak Bid’ah Hasanah oleh kaum
Wahhabi dan sesamanya yaitu :
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : ان خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدى محمد وشر
الامور محدثاتها وكل بدعة ضلالة ( رواه مسلم )
“ Jabir bin Abdillah berkata: “Rasulullah SAW.
bersabda : “ Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad. Sejelek-jelek perkara, adalah perkara yang baru. Dan setiap
Bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim)
Menurut kelompok ini, hadist diatas sangat tegas menunjukkan bahwa
semua Bid’ah itu kesesatan. Kalimat "
كل " tegas menunjukkan “kulliyyah”, menyeluruh, umum, semua,
tanpa terkecuali.
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, ulama Wahhabi kontemporer
dalam kitabnya al Ibda’ fi Kamal al Syar’i wa Khotor al Ibtida’ berkata
:
قوله ( كل بدعة ضلالة ) كلية، عامة،
شاملة مسورة باقوى ادوات الشمول والعموم ( كل ) افبعد هذه الكلية يصح ان تقسم
البدعة الى اقسام ثلاثة اوخمسة ؟ ابدا هذا لايصح ( العثيمين، الابداع في كمال الشرع
وخطر الابتداع، ص 13 )
Hadist
semua bid’ah adalah sesat, bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa
terkecuali), dan dipagari kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang
paling kuat yaitu kata-kata “kull” (seluruh). Apakah setelah ketetapan menyeluruh
ini, kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi 3bagian, atau menjadi 5 bagian?
Selama, ini tidak akan pernah benar.” (Muhammad bin Shalih al Utsaimin,
al-Ibda’ fi kamal al Syar’i wa khatar al Ibtida’ hal. 13).
Pernyataan
al Utsaimin ini memberikan pengertian bahwa hadits “semua bid’ah adalah
sesat”, bersifat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh jenis
bid’ah, tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satupun bid’ah yang boleh disebut bid’ah
hasanah, apalagi disebut bid’ah mandubah yang mendatangkan pahala
bagi pelakunya.
Namun
syekh al Utsaimin sendiri tidak konsisten terhadap pendapatnya. Dalam kitab syarh
al ‘aqidah al Wasithiyyah beliau berkata :
ان مثل هذا التعبير ( كل شيئ) عام قد
يراد به الخاص، مثل قوله تعالى عن ملِكة سبا: ( واوتيت من كل شيئ )، وقد خرج شيئ
كثير لم يدخل في ملكها شيئ مثل ملك سليمان ( شرح العقيدة الواسطية، الشيخ العثيمين
ص/ 336)
“Redaksi seperti “kullu syai’in” (segala sesuatu) adalah
kalimat general yang terkadang dimaksudkan pada makna yang terbatas, seperti
firman Allah SWT tentang Ratu Saba’ : “ia dikaruniai sesuatu” (QS. An Naml:
23). Padahal banyak sekali sesuatu yang tidak masuk dalam kekuasaannya, seperti
kerajaan “Nabi Sulaiman a.s.” (al Utsaimin syarh al ‘aqidah al Wasithiyyah
hali. 336)
Dalam
pernyataan di atas syekh al Utsaimin mengakui bahwa tidak semua kata “kullu”
dalam teks alQur’an dan al Hadits bermakna general (“amm), tetapi ada yang
bermakna terbatas (khosh). Di sisi lain, ketika dihadapkan dengan
persoalan baru yang harus diakui, sykh al Utsaimin juga terjebak dalam
pembagian bid’ah menjadi beberapa bagian. Dalam hal ini, syekh al Ustaimin
berkata :
الاصل في امور الدنيا الحل، فما ابتدع
منها فهو حلال، الا ان يدل الدليل على تحريمه، لكن امور الدين الاصل فيها الحظر،
فما ابتدع منها فهو حرام بدعة، الا بدليل من الكتاب والسنة على مشروعيته (
العثيمين، العقيدة الواسطية ص/ 639-640)
“Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah
halal. Jadi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan
agama dilarang. Jadi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan
bid’ah, kecuali ada dalil dari al Kitab dan sunnah yang menunjukkan
keberlakuannya”. (al Utsaimin syarh al
‘aqidah al Wasithiyyah hal. 639-640).
Pernyataan
al Utsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa bid’ah secara keseluruhan
itu bid’ah, dan sesat itu tempatnya di neraka
D.
CONTOH-CONTOH
BID’AH HASANAH PADA ZAMAN RASULULLAH SAW
1.
Hadits sayyidina Mu’adz bin Jabal ra. tentang
menyusul sholat dalam jama’ah ketika sudah tertinggal (HR. Abu Dawud, Ahmad,
Ibnu Abi Syaibah dan lainnya yang dishohihkan al Hafidz ibnu Daqiq al ‘Id dan
al Hafid ibnu Hazm)
2.
Hadits sayyidina Bilal ra. tentang sholat
sunnah wudlu 2 rakaat (HR. Bukhari-Muslim)
3.
Hadits Ali bin Abi Tholib ra. Tentang
mengeraskan, melirihkan dan mencampur suatu surat dengan surat lain (HR. Ahmad)
Ketiga contoh hadits di atas menunjukkan bolehnya membuat bid’ah
hasanah dalam agama.
PERHATIAN !
CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH
Ritual-ritual yang sudah menjadi tradisi di kalangan
Nahdliyyin, seperti peringatan Maulid, Haul, Manaqiban, Tahlilan, Tawasul,
Ziarah qubur para wali dan sebagainya apakah termasuk Bid’ah Qobihah ? Padahal
semua itu ada sandaran dalilnya. Tentu
bukan Bid’ah Qobihah, Bahkan BID’AH HASANAH.
B. ISTIGHATSAH
DAN TAWASSUL
A.
PENGERTIAN ISTIGHOSAH DAN TAWASSUL
Para
ulama’ seperti al Imam al Hafidz Taqiyyiddin al Subki menegaskan bahwa
tawassul, istisyfa’, istighatsah, isti’anah, tajawwuh dan tawajjuh, memiliki makna
dan hakekat yang sama. Mereka mendfinisikan tawassul dan istilah-istilah lain
yang sama dengan definisi sebagai berikut :
“ Memohon
datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah
dengan menyebut seorang Nabi atau wali untuk memuliakan (ikrom) keduanya.”
(al Hafidz al Abdari, al Syarh al Qowim, hal. 378).
Sebagian
kalangan memiliki persepsi bahwa tawassul adala memohon kepada seorang nabi
atau wali untuk mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya dengan keyakinan
bahwa nabi atau wali itulah yang mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya
secara hakiki. Persepsi yang keliru tentang tawassul inilah yang kemudian
membuat mereka yang anti tawassul menuduh orang yang tawassul kafir dan
musyrik.
Padahal
hakekat tawassul di kalangan para pelakunya adalah memohon datangnya manfaat
(kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah Ta’ala dengan
menyebut nama seorang Nabi atau wali untuk memulyakan keduanya.
B.
IDE DASAR TAWASSUL/ISTIGHOTSAH
Ide
dasar dari tawassul ini adalah sebagai berikut :
Allah Ta’ala
telah menetapkan bahwa biasanya urusan-urusan di duniai ini terjadi berdasarkan
hukum kausalitas; sebab akibat. Sebagai contoh, Allah Ta’ala sesungguhnya Maha
Kuasa untuk memberikan pahala kepada manusia tanpa beramal sekalipun, namun
kenyataannya tidak demikian. Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk beramal
dan mencari hal-hal yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah
Ta’ala berfirman :
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai
penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah : 45)
Allah Ta’ala juga berfirman :
وَابْتَغُوْا
اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ ( ألاية )
“Dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepadaNya (Allah)” (QS. Al Maidah : 35)
Ayat ini memerintahkan untuk mencari segala
cara yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Artinya, carilah sebab-sebab
tersebut, kerjakanlah sebab-sebab itu maka Allah akan mewujudkan akibatnya.
Istighotsah dan tawassul ini telah berkembang
sejak kaum salaf, generasi sahabat dan Tabi’in, dan tak seorangpun dari ulama’
salaf yang melarangnya.
Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah al Harrani, Ulama’
paling otoritarif dikalangan Wahhabi
berkata dalam kitab al Kalim al Thoyyib :
“Bab tentang kaki terkena mati rasa. Dari al
Haistam bin Hanasy, berkata,: “Kami bersama Ibnu Umar RA.. Tiba-tiba kaki
beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada
beliau : “ Sebutkanlah orang yang paling
kau cintai” Lalu Ibnu Umar berkata : “ Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki
beliau sembuh” ( Ibnu Taimiyah, al Kalim al Thoyyib, hal. 173 )
C. TAWASSUL/ISTIGHOTSAH
BOLEH DENGAN WALI ATAU ORANG SALEH YANG SUDAH WAFAT
عن موسى بن عمر قال : أصاب الناس قحط
فخرج عمر بن الخطاب يستسقى فأخذ بيد العباس فاستقبل به القبلة فقال هذا عم نبيك
جئنا نتوسل به إليك فاسقنا فما رجعوا حتى سقوا (ابن سعد) [كنز العمال 37303]أخرجه
ابن سعد (4/29) . ( جامع الاحاديث، 25/387)
عن مالك الدار قال : أصاب الناس قحط فى
زمان عمر ابن الخطاب فجاء رجل إلى قبر النبى
- صلى الله عليه وسلم - فقال : يا
رسول الله استسق الله لأمتك فإنهم قد هلكوا فأتاه رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فى المنام فقال : ائت عمر فأقرأه السلام وأخبره
أنهم يسقون وقل له : عليك الكيس الكيس فأتاه الرجل فأخبره فبكى ، ثم قال : يا رب
لا آلو ما عجزت عنه (البيهقى فى الدلائل) ( جامع الاحاديث، 25/388)
C. TAHLIL
Tahlilan pada dasarnya adalah dzikir secara berjama’ah dengan komposisi
bacaan beragam antara ayat al Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, sholawat dan
lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan
termasuk qurbah/ ibadah.
Perhatikan pernyataan Syaikh Ibnu
Taimiyah yang di jadikanImam kaum yang tidak menyukai Tahlilan, sebagai berikut
ini :
وقد سئل ابن تيمية كما في
مجموع الفتاوى 22/520 وما بعدها :
( عن رجل ينكر على أهل
الذكر يقول لهم هذا الذكر بدعة وجهركم في الذكر بدعة وهم يفتتحون بالقرآن ويختتمون
ثم يدعون للمسلمين الأحياء والأموات ويجمعون التسبيح والتحميد والتهليل والتكبير
والحوقلة ويصلون على النبى ...
فأجاب : الإجتماع لذكر
الله وإستماع كتابه والدعاء عمل صالح وهو من أفضل القربات والعبادات فى الأوقات ...
وأما محافظة الإنسان على
أوراد له من الصلاة أو القراءة أو الذكر أو الدعاء طرفى النهار وزلفا من الليل
وغير ذلك فهذا سنة رسول الله والصالحين من عباد الله قديما وحديثا ...
وقابلهم قوم قست قلوبهم عن
ذكر الله وما أنزل من الحق وقست قلوبهم فهى كالحجارة أو أشد قسوة مضاهاة لما عابه
الله على اليهود والدين الوسط هو ما عليه خيار هذه الأمة قديما وحديثا ) اه (
ارشيف ملتقى اهل التفسير، 1/180)
والله
اعلم بالصواب
الأشاعرة
والماتريدية ومصطلح أهل السنة والجماعة:
…يكثر استعمال هذا المصطلح بين الأشاعرة والماتريدية، ويعتبر كثير
منهم أن مذهب السلف ((أهل السنة والجماعة)) هو ما قاله أبو الحسن الأشعرى وأبو
منصور الماتريدي، وبعضهم يعتبر أهل السنة والجماعة ((الأشاعرة والماتريدية))،
ويقول الزبيدي (1): (إذا أطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة
والماتريدية) (2)، ويقول صاحب الروضة البهية: (اعلم أن مدار جميع عقائد أهل السنة
والجماعة على كلام قطبين، أحدهما الإمام أبو الحسن الأشعري. والثاني الإمام أبو
منصور الماتريدي...) (3)، أما الإيجي فيقول: (.. وأما الفرقة الناجية المستثناة: الذي
قال فيهم: ((هم الذين على ما أنا عليه وأصحابي)) فهم الأشاعرة والسلف من المحدثين
وأهل السنة والجماعة)(4)، ويقول حسن أيوب من المعاصرين: (أهل السنة هم أبو الحسن
الأشعرى وأبو منصور الماتريدي ومن سلك طريقهما، وكانوا يسيرون على طريقة السلف
الصالح في فهم العقائد)(5)،وعامة هؤلاء يذكرون عقائد الأشاعرة والماتريدية على
انها مذهب أهل السنة والجماعة
-
TA’RIF
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
-
BID’AH
-
TAWASSUL
-
TAHLIL
3 APRIL 2012
LATAR BELAKANG SEJARAH YANG MENYEBABKAN LAHIRNYA
AQIDAH AHLUSSUNNAH ( AS”ARIYAH DAN AL MATURIDIYYAH)
Apa yang
dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ?
Syekh Abu
al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya “Al-Kawakib al-Laama’ah fi
Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah” menyebutkan definisi
Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen
mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh para sahabatnya dalam hal akidah,
amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq batin (tasawwuf).
Syekh Abdul
Qodir Al-Jaelani dalam kitabnya, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq juz I
hal 80 mendefinisikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut “Yang
dimaksud dengan assunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW
(meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau). Sedangkan yang dimaksud
dengan pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang telah disepakati oleh para
sahabat Nabi SAW pada masa empat Khulafa’ur-Rosyidin dan telah diberi hidayah
Allah “.
Dalam sebuah
hadits dinyatakan :
عن أبي هريرة
رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى
الى إثنين وسبعين فرقة ، وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ
واحدة ، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو داود والترميذي وابن ماجه
“Dari Abi
Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi terpecah
menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Berkata
para sahabat : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab :
“Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud,
Turmudzi, dan Ibnu Majah.
Jadi inti
paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti tertera dalam teks hadits adalah
paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk para
sahabatnya. Dalam hadits lain:
عن عبد
الرحمن بن عمرو السلمي أنه سمع العرباض بن سارية قال وعظنا رسول الله صلى الله
عليه وسلم: فعليكم بما عرفتم من سنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين. رواه احمد
“Dari
‘Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al- Irbadl bin Sariyah
berkata: Rasulullah SAW menasehati kami: kalian wajib berpegang teguh pada
sunnahku dan perilaku al-khulafa’ar-Rosyidin yang mendapat petunjuk.’’
HR.Ahmad.
Sejak kapan
istilah golongan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) muncul ?
Paling mudah
melacak periode awal kelahiran terminologi (istilah) Aswaja dimulai dengan
lahirnya madzhab (tauhid) al-Asy’ari dan abu Manshur al-maturidi. Tetapi
kelahiran madzhab Aswaja di bidang kalam ini tidak dapat dipisahkan dengan mata
rantai sebelumnya, dimulai dari periode ‘Ali bin Abi Thalib KW. Sebab dalam
sejarah, tercatat para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman
sahabat Nabi SAW, sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu
diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib KW, karena jasanya menentang
penyimpangan khawarij tentang al-Wa’du wa al-Wa’id dan penyimpangan
qodariyah tentang kehendak Allah SWT dan kemampuan makhluk. Di masa tabi’in
juga tercatat ada beberapa imam Aswaja seperti ‘Umar bin Abdul Aziz dengan
karyanya “Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid
fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi (tauhid) untuk menentang
paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqhu
al-Akbar” dan Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi tashihi an-Nubuwwah wa
Raddi ‘ala al-Barohimah” .
Imam dalam
teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan Al-Asy’ari,
lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa akidah Aswaja secara subtantif telah ada sejak masa para sahabat
Nabi SAW. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam
Asy’ari dan Maturidi, tetapi beliau adalah dua diantara imam-imam yang telah
berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara
sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian
dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah
atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata “Jika Ahlussunnah wal
jamaah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh
Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi “ [1]. Dalam fiqh adalah madzhab
empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam tasawwuf adalah Imam
Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’ lain yang
sepaham. Semuanya menjadi diskursus islam paham Ahlussunnah wal jamaah.
Apa latar
belakang sejarah yang menyebabkan lahirnya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah ?
Secara
faktual, tidak dapat dipungkiri bahwa awal mula terjadinya perpecahan
masyarakat Islam dimulai dari Khalifah ‘Utsman bin Affan RA dan hampir
melembaga pada periode Ali bin Abi Thalib KW. Perpecahan tersebut berlanjut
pada persoalan akidah. Perbedaan tersebut berlangsung terus menerus secara
pasang surut, terkadang volumenya kecil, terkadang juga membesar. Pada masa
Abbasiyah berkuasa, sebelum periode al-Mutawakkil, terjadi keresahan yang luar
biasa (mihnah) di kalangan umat Islam, akibat pemaksaan paham akidah
Mu’tazilah oleh penguasa. Dalam situasi kacau dan resah itulah muncul Imam Abu
Hasan al-Asy’ari menawarkan rumusan teologi sesuai dengan nash Qur’an dan
hadits yang telah tersusun rapi. Kemudian oleh para ulama’ disepakati sebagai
paham teologi Aswaja. Makin lama pengikut paham ini makin besar. Sementara di
daerah lain, yakni Samarqand Uzbekistan dan di Mesir, Imam Abu Manshur
al-Maturidi dan at-Thahawi, juga berhasil menyusun rumusan teologi yang pararel
dengan rumusan Imam al-Asy’ari, semuanya mempunyai orientasi yang sama, yaitu
menjawab persoalan-persoalan Islam yang sangat meresahkan pada waktu itu.
عن موسى بن عمر قال : أصاب الناس قحط
فخرج عمر بن الخطاب يستسقى فأخذ بيد العباس فاستقبل به القبلة فقال هذا عم نبيك
جئنا نتوسل به إليك فاسقنا فما رجعوا حتى سقوا (ابن سعد) [كنز العمال 37303]أخرجه
ابن سعد (4/29) . ( جامع الاحاديث، 25/387)
“
Musa bin Umar berkata : “ Musim paceklik melanda kaum muslimin (pada masa
kholifahUmar bin Khotthob RA. Maka beliau (berdo’a/sholat) minta hujan dengan
menggandeng tangan Abbas RA. Dan berkata : “ Ini paman Nabi-Mu, kami datang
kepadamu bertawassul dengannya (Abbas RA), maka turunkan hujan kepada kami.”
Tidak sampai mereka kembali (pulang) hujan sudah turun” ( Jami’ al Ahadist,
25/387)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :
إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ
الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ.(رواه الترمذي
(2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده
Ibnu Umar berkata : Ibn Umar berkata, Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya
Allah tidak akan mengumpulkan umatku, atas kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama
jama'ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama'ah, maka ia
mengucilkan dirinya ke neraka."
_[2] وَ كَيْفَ
يَتَنَاوَلُ هَذَا اْلاِسْمُ الْخَوَارِجَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ الْجَمَاعَةَ،
وَالرَّوَافِضَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ الْجَمَاعَةَ، وَالْمُعْتَزِلَةَ وَهُمْ لاَ
يَرَوْنَ صِحَّةَ اْلإِجْمَاعِ، وَكَيْفَ تَلِيْقُ بِهِمْ هَذِهِ الصِّفَةُ الَّتِيْ
ذَكَرَهَا الرَّسُوْلُصلى الله عليه وسلم اهـ. (الإمام أبو المظفر الاسفراييني،
التبصير في الدين، ص/185-186).
[3] Begitupula Imam Nawawi, Ulama’
Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam kitab
Syarh Shahih Muslim dan Raudhat al Tholibin, Al Imam Muhammad bin
Ali al Syaukani, ulama’ Syi’ah Zadiyah yang dikagumi kaum Wahhabi ( lihat Nailul Author 3/25 ), al Imam Muhammad
bin Isma’il al Amir al Shan’ani, ulama Syi’ah Zaidiyah ( Lihat : Subulussalam
Syarh Bulughul Marom 2/48 ). Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama
otoritatif rujukan kaum Wahhabi (
salafi) juga membagi bi’ah menjadi dua : Hasanah dan Dhalalah ( Lihat Majmu’
al fatawa, al Syaikh Ibbnu Taimiyah 20/163)
Sekian dulu pembahasan tentang Ahlu sunnah wal Jama'ah. semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar